Salah satu berkas persyaratan wajib Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan tahun 2022 adalah Pakta Integritas. berikut terlampir contohnya
Selasa, 08 Februari 2022
Download Pakta Integritas PPG Daljab 2022 Format Ms. Word Doc
Sabtu, 05 Februari 2022
Pendaftaran dan Seleksi Administrasi PPG Dalam Jabatan Tahun 2022
Pendidikan Profesi Guru Dalam Jabatan Tahun 2022 siap dilaksanakan, berikut informasi pendaftaran dan Seleksi Administrasinya.
SE Pendaftaran dan Seleksi Administrasi PPG Daljab Tahun 2022
Simak juga penjelasan tahapan, skema, struktur program, kuota, persyaratan dan jadwalnya di
Minggu, 30 Januari 2022
Menganalisis Sifat Pendudukan Jepang dan Respon Bangsa Indonesia | Sejarah Indonesia Kelas 11
A. Kedatangan Jepang ke Indonesia
1. Restorasi Meiji Awal Modernisasi Jepang
Pemerintahan Jepang dilaksanakan oleh Shogun Tokugawa
atau Keshogunan Edo (Edo Bakufu) yang menjalankan politik sakoku atau politik
isolasi. Terjadi persaingan antara Shogun dengan Daimyo yang semakin ketat. Pada
31 Maret 1854, Komodor Matthew C. Perry datang dan berhasil memaksa Jepang
menandatangani Perjanjian Kanagawa (1854). Antara Amerika Serikat dan pemerintah
Jepang. Dalam apa yang kemudian dikenal sebagai "pembukaan Jepang",
kedua negara sepakat untuk terlibat dalam perdagangan terbatas dan menyetujui
pengembalian aman para pelaut Amerika yang telah terdampar di perairan Jepang. Perry memaksa Jepang membuka
pelabuhan-pelabuhan untuk kapal-kapal asing yang ingin berdagang. Komodor Perry
datang ke Jepang menaiki kapal super besar yang dilengkapi persenjataan dan
teknologi yang jauh lebih superior dibandingkan milik Jepang saat itu.
Pada tanggal 6
April 1868, Meiji Tenno memproklamasikan Charter Outh (Sumpah
Setia) menuju Jepang baru yang terdiri atas lima pasal, seperti berikut:
1. Akan dibentuk parlemen.
2. Seluruh bangsa harus bersatu untuk
mencapai kesejahateraan.
3. Adat istiadat yang kolot dan yang
menghalangi kemajuan Jepang harus dihapuskan.
4. Semua jabatan terbuka untuk siapa
saja.
5. Mendapatkan ilmu pengetahuan
sebanyak mungkin untuk pembangunan bangsa dan negara.
Untuk mencapai
cita-cita tersebut maka Meiji Tenno melaksanakan pembaharuan restorasi. Itulah
sebabnya Kaisar Meiji kemudian dikenal dengan Meiji Restorasi. Restorasi yang
dilakukan meliputi segala bidang, yakni politik, ekonomi, pendidikan dan
militer.
Pada
tanggal 7 Desember 1941, Jepang mengadakan serangan terhadap pangkalan militer Amerika
Serikat di Pearl Harbor, Hawaii. Jepang berhasil menenggelamkan kapal Angkatan laut
Amerika. Sejak saat itu, Amerika menyatakan perang terhadap Jepang dalam perang
dunia II. Pasukan tantara berhasil juga menguasai basis militer Amerika di
Filipina, kemudian serangan itu diarahkan ke Indonesia. Serangan ini
dimaksudkan untuk mendapatkan cadangan logistik dan bahan industri perang,
seperti minyak bumi, timah, dan alumunium. Sebab, persediaan minyak di Indonesia
diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan Jepang selama Perang Pasifik.
Dalam
rangka menguasai Indonesia, Jepang menyerang markas-markas Belanda di Tarakan
di Kalimantan Timur dan Balikpapan pada 12 Januari 1942, kemudian Sumatra, dan
Jawa pada Februari 1942. Tanggal 5 Maret 1942 Batavia dan Bogor berhasil dikuasai
Jepang. Pada tanggal 8 Maret 1942, Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda
Letnan Jenderal H. Ter Poorten, atas nama Angkatan Perang Sekutu di Indonesia,
menyerah tanpa syarat kepada pimpinan tentara Jepang, Letnan Jenderal Hitoshi
Imamura.
Penyerahan
tanpa syarat tersebut ditandai dengan persetujuan Kalijati yang diadakan di
Subang, Jawa Barat. Isi persetujuan tersebut adalah penyerahan hak atas tanah
jajahan Belanda di Indonesia kepada pemerintahan pendudukan Jepang. Artinya,
bangsa Indonesia memasuki periode penjajahan yang baru.
3.
Sambutan Rakyat Indonesia
Meski
kedatangannya, seperti juga Belanda, adalah untuk tujuan menjajah, Jepang
diterima dan disambut lebih baik oleh bangsa Indonesia. Berikut alasan yang
melatarbelakangi perbedaan sikap tersebut.
- Jepang menyatakan bahwa
kedatangannya di Indonesia tidak untuk menjajah, bahkan bermaksud untuk
membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan
- Jepang melakukan propaganda melalui
Gerakan 3A (Jepang cahaya Asia, Jepang pelindung Asia, dan Jepang pemimpin
Asia).
- Jepang mengaku sebagai saudara tua
bangsa Indonesia yang datang dengan maksud hendak membebaskan rakyat
- Adanya semboyan Hakko Ichiu,
yakni dunia dalam satu keluarga dan Jepang adalah pemimpin keluarga
tersebut yang berusaha menciptakan kemakmuran
Pihak
Jepang terus melakukan propaganda untuk
menggerakkan dukungan rakyat Indonesia. Setiap kali radio Tokyo memperdengarkan
lagu Indonesia Raya, disamping lagu Kimogayo. Bendera yang berwarna Merah Putih
juga boleh dikibarkan berdampingan dengan bendera Jepang Hinomaru. Melalui
siaran radio, juga dipropagandakan bahwa barang-barang buatan Jepang itu
menarik dan murah harganya, sehingga mudah bagi rakyat Indonesia untuk
membelinya.
Pendudukan
Jepang di Indonesia dibagi dalam tiga wilayah, antara lain:
- Pemerintahan Militer Angkatan Darat
ke-25 (Tomi Shudan), wilayah kekuasaannya meliputi Sumatra dengan pusat
pemerintahan di Bukittinggi
- Pemerintahan Militer Angkatan Darat
ke-16 (Asamu Sudan), wilayah kekuasaannya meliputi Jawa dan Madura dengan
pusat pemerintahan di Jakarta.
- Pemerintahan Militer Angkatan Laut II (Armada Selatan Kedua), wilayah kekuasaannya meliputi Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku dengan pusat pemerintahan di Makassar.
Pemerintahan militer di Sumatra yang berada di bawah Panglima Tentara Keduapuluhlima membentuk sepuluh karesidenan (syu) yang terdiri dari bungsyu (subkaresidenan), gun, dan son. Kesepuluh syu tersebut adalah Aceh, Sumatra Timur, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Jambi, Palembang, Lampung, dan Bangka Bilitan (Belitung). Jabatan syucokan dipegang oleh orang Jepang. Selain pemerintahan militer (gunsei) angkatan darat, Armada Selatan Kedua juga membentuk suatu pemerintahan yang disebut Minseibu. Pemerintahan ini terdapat di tiga tempat, yaitu Kalimantan, Sulawesi, dan Seram. Daerah bawahannya meliputi syu, ken, bunken (subkabupaten), gun, dan son.
Seperti di Pulau Jawa dan Sumatra, tidak lama setelah pendaratan tentara Jepang, orang-orang Indonesia mendapatkan jabatan-jabatan tinggi. Namun, setelah bulan Agustus 1942, jabatan- jabatan yang disediakan untuk orang Indonesia hanya terbatas sampai gunco dan sanco, sedangkan jabatan wali kota untuk Makassar, Manado, Banjarmasin, dan Pontianak dipegang oleh orang Jepang.Pemerintahan pendudukan militer di Jawa sifatnya hanya sementara, sesuai dengan Osamu Seirei Nomor 1 Pasal 1 yang dikeluarkan tanggal 7 Maret 1942 oleh Panglima Tentara Keenam belas. Undang-undang tersebut menjadi pokok dari peraturan-peraturan ketatanegaraan pada masa pendudukan Jepang. Jabatan gubernur jenderal di zaman Hindia Belanda dihapuskan. Segala kekuasaan yang dahulu dipegang gubernur jenderal sekarang dipegang oleh panglima tentara Jepang di Jawa.
Undang-undang tersebut juga mengisyaratkan bahwa pemerintahan pendudukan Jepang berkeinginan untuk terus menggunakan aparat pemerintah sipil yang lama beserta para pegawainya. Hal ini dimaksudkan agar pemerintahan dapat terus berjalan dan kekacauan dapat dicegah. Adapun pimpinan pusat tetap dipegang tentara Jepang.
Susunan
pemerintahan militer Jepang sebagai berikut.
a. Gunshireikan (panglima tentara) disebut Saiko
Shikikan (panglima tertinggi), merupakan pucuk pimpinan panglima tentara
yang pertama dijabat oleh Jenderal Hitoshi Imamura. Bertugas menetapkan peraturan
yang dikeluarkan oleh Gunseikan. Peraturan itu disebut Osamu
Kanrei. Peraturan-peraturan tersebut diumumkan dalam Kan Po (berita
pemerintahan), sebuah penerbitan resmi yang dikeluarkan oleh Gunseikanbu.
b.
Gunseikan (kepala pemerintahan militer), yang dirangkap oleh
kepala staf. Kepala staf yang pertama adalah Mayor Jenderal Seizaburo Okasaki. Gunseikanbu adalah
staf pemerintahan militer pusat yang terdiri dari lima bu (departemen):
Sumabu (Departemen Urusan Umum), Zaimubu (Departemen Keuangan), Sangyobu
(Departemen Perusahaan, Industri, dan Kerajinan), Kotsubu (Departemen Lalu
Lintas), dan Shihobu (Departemen Kehakiman).
c. Koordinator pemerintahan militer setempat disebut gunseibu. Pusat-pusat koordinator militer tersebut berada di Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), dan Surabaya (Jawa Timur). Selain itu, dibentuk pula dua daerah istimewa (koci), yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Untuk setiap gunseibu ditempatkan beberapa komandan militer setempat. Mereka bertugas memulihkan ketertiban dan keamanan, menanamkan kekuasaan, dan membentuk pemerintahan setempat. Mereka juga diberi wewenang untuk memecat para pegawai yang berkebangsaan Belanda. Akan tetapi, usaha untuk membentuk pemerintahan setempat ternyata tidak berjalan lancar.
Jepang masih sangat kekurangan tenaga pemerintah. Jepang telah berusaha mengirimkan tenaga yang dibutuhkan, namun tidak sampai ke tujuan karena kapal yang mengangkut tenaga-tenaga pemerintahan tersebut tenggelam setelah terkena serangan torpedo sekutu. Akhirnya, Jepang terpaksa mengangkat pegawai-pegawai dari bangsa Indonesia asli. Hal ini memberi keuntungan bagi pihak Indonesia karena memperoleh pengalaman dalam bidang pemerintahan.
5.
Pemerintahan Sipil
Menurut
Undang-Undang No. 27 tentang Perubahan Tata Pemerintahan Daerah, seluruh Pulau
Jawa dan Madura (kecuali kedua kochi, Surakarta dan Yogyakarta)
dibagi atas enam wilayah pemerintahan.
- Syu (karesidenan), dipimpin oleh seorang syuco.
- Syi (kotapraja), dipimpin oleh seorang syico.
- Ken (kabupaten), dipimpin oleh seorang kenco.
- Gun (kawedanan atau distrik), dipimpin oleh
seorang gunco.
- Son (kecamatan), dipimpin oleh seorang sonco.
- Ku (kelurahan atau desa), dipimpin oleh
seorang kuco.
Dalam menjalankan pemerintahan, syucokan dibantu oleh Cokan Kanbo (Majelis Pemusyawaratan Cokan) yang terdiri dari tiga bu (bagian), yaitu Naiseibu (bagian pemerintahan umum), Keizaibu (bagian ekonomi), dan Keisatsubu (bagian kepolisian). Para syucokan secara resmi dilantik oleh gunseikan pada bulan September 1942. Pelantikan ini merupakan awal dari pelaksanaan organisasi pemerintahan daerah dan menyingkirkan pegawai-pegawai Indonesia yang pernah menduduki kedudukan tinggi pada masa pemerintahan sementara.
Pemerintah Jepang juga membentuk Tonarigumi, yang pada masa sekarang ini kita kenal dengan Rukun Tetangga (RT). Tonarigumi ini digunakan oleh pemerintah Jepang untuk mengawasi gerak-gerik rakyat agar dapat dipantau oleh pemerintah Jepang.
B. Organisasi Pergerakan Masa Pendudukan Jepang
Selama masa pendudukan Jepang, bangsa Indonesia dilarang membentuk organisasi sendiri. Akan tetapi, Jepang sendiri membentuk organisasi-organisasi bagi rakyat Indonesia dengan maksud dipersiapkan untuk membantu Jepang. Organisasi-organisasi ini pada akhirnya berbalik melawan Jepang.
1.
Organisasi yang bersifat sosial Kemasyarakatan
a. Gerakan Tiga A
Gerakan
Tiga A merupakan organisasi propaganda untuk kepentingan perang Jepang.
Organisasi ini berdiri pada 29 Maret 1942. Pimpinannya adalah Mr. Syamsuddin.
Tujuan berdirinya Gerakan Tiga A adalah agar rakyat dengan sukarela
menyumbangkan tenaga bagi perang Jepang.
Semboyannya
adalah Nippon cahaya Asia, Nippon pemimpin Asia, Nippon pelindung Asia. Untuk
menunjang gerakan ini, dibentuk Barisan Pemuda Asia Raya yang dipimpin Sukarjo
Wiryopranoto. Adapun untuk menyebarluaskan propaganda, diterbitkan surat kabar
Asia Raya.
Setelah kedok organisasi ini diketahui, rakyat kehilangan simpati dan meninggalkan organisasi tersebut. Pada tanggal 20 November 1942, organisasi ini dibubarkan.
b. Putera (Pusat Tenaga Rakyat)
Pada
tanggal 16 April 1943, diumumkan lahirnya gerakan baru yang disebut Pusat
Tenaga Rakyat atau Putera. Pemimpinnya adalah empat serangkai, yaitu Ir.
Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Mas Mansyur.
Menurut
SoekarnotTujuan Putera adalah untuk membangun dan menghidupkan segala sesuatu
yang telah dihancurkan oleh Belanda. Adapun tujuan bagi Jepang adalah untuk
memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha
perangnya.
Oleh
karena itu, telah digariskan sebelas macam kegiatan yang harus dilakukan
sebagaimana tercantum dalam peraturan dasarnya. Di antaranya yang terpenting
adalah memengaruhi rakyat supaya kuat rasa tanggung jawabnya untuk menghapuskan
pengaruh Amerika, Inggris, dan Belanda, mengambil bagian dalam mempertahankan
Asia Raya, memperkuat rasa persaudaraan antara Indonesia dan Jepang, serta
mengintensifkan pelajaran-pelajaran bahasa Jepang. Di samping itu, Putera juga
mempunyai tugas di bidang sosial-ekonomi.
Jadi,
Putera dibentuk untuk membujuk para kaum nasionalis dan golongan intelektual
agar mengerahkan tenaga dan pikirannya guna membantu Jepang dalam rangka
menyukseskan Perang Asia Timur Raya. Organisasi Putera tersusun dari pemimpin
pusat dan pemimpin daerah. Pemimpin pusat terdiri dari pejabat bagian usaha
budaya dan pejabat bagian propaganda.
Akan
tetapi, organisasi Putera di daerah semakin hari semakin mundur. Hal ini
disebabkan, antara lain,
- keadaan sosial masyarakat di daerah
ternyata masih terbelakang, termasuk dalam bidang pendidikan, sehingga
kurang maju dan dinamis;
- keadaan ekonomi masyarakat yang
kurang mampu berakibat mereka tidak dapat membiayai gerakan
Dalam perkembangannya, Putera lebih banyak dimanfaatkan untuk perjuangan dan kepentingan bangsa Indonesia. Mengetahui hal ini, Jepang membubarkan Putera dan mementingkan pembentukan organisasi baru, yaitu Jawa Hokokai.
c. Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) dan Majelis
Syura Muslimin (Masyumi)
MIAI merupakan organisasi yang berdiri pada masa penjajahan Belanda, tepatnya pada tahun 1937 di Surabaya. Pendirinya adalah K. H. Mas Mansyur dan kawan-kawan. Organisasi ini tetap diizinkan berdiri pada masa pendudukan Jepang sebab merupakan gerakan anti-Barat dan hanya bergerak dalam bidang amal (sebagai baitulmal) serta penyelenggaraan hari-hari besar Islam saja. Meskipun demikian, pengaruhnya yang besar menyebabkan Jepang merasa perlu untuk membatasi ruang gerak MIAI.
Pada awal pendudukan, Jepang membentuk Bagian Pengajaran dan Agama yang dipimpin oleh Kolonel Horie. Ia mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemuka agama di Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, Horie meminta agar umat Islam tidak melakukan kegiatan- kegiatan yang bersifat politik. Permintaan ini disetujui oleh peserta pertemuan tersebut yang kemudian membuat pernyataan sikap di akhir pertemuan. Pada akhir Desember 1942, hasil pertemuan di Surabaya itu ditingkatkan dengan mengundang 32 orang kiai di seluruh Jawa Timur untuk menghadap Letnan Jenderal Imamura dan Gunseikan, Mayor Jenderal Okasaki. Dalam pertemuan tersebut, Gunseikan menyatakan bahwa Jepang akan tetap menghargai Islam dan akan mengikutsertakan golongan Islam dalam pemerintahan.
Pemerintah militer Jepang memilih MIAI sebagai satu-satunya wadah bagi organisasi gabungan golongan Islam. Akan tetapi, organisasi ini baru diakui oleh Jepang setelah mengubah anggaran dasarnya, khususnya mengenai asas dan tujuannya. Pada asas dan tujuan MIAI ditambahkan kalimat: “… turut bekerja dengan sekuat tenaga dalam pekerjaan membangun masyarakat baru untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon.”
Sebagai organisasi tunggal golongan Islam, MIAI mendapat simpati yang luar biasa dari kalangan umat Islam sehingga organisasi ini berkembang semakin maju. Melihat perkembangan ini, Jepang mulai merasa curiga. Tokoh-tokoh MIAI di berbagai daerah mulai diawasi. Untuk mengantisipasi agar gerakan para pemuka agama Islam tidak menjurus pada kegiatan yang berbahaya bagi Jepang, diadakan pelatihan para kiai. Para kiai yang menjadi peserta pelatihan tersebut dipilih berdasarkan syarat-syarat memiliki pengaruh yang luas di lingkungannya dan mempunyai watak yang baik. Pelatihan tersebut berlangsung di Balai Urusan Agama di Jakarta selama satu bulan.
Arah
perkembangan MIAI ini mulai dipahami oleh Jepang sebagai organisasi yang tidak
memberikan kontibusi terhadap Jepang. Hal tersebut tidak sesuai dengan harapan
Jepang sehingga pada November 1943 MIAI dibubarkan. Sebagai penggantinya,
Jepang membentuk Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia.
Organisasi ini disahkan oleh Gunseikan pada tanggal 22 November 1943. Susunan kepengurusan Masyumi adalah ketua pengurus besar dipegang oleh K.H. Hasyim Asy’ari, wakil dari Muhammadiyah adalah K.H. Mas Mansur, K.H. Farid Ma’ruf, K.H. Mukti, K.H. Hasyim, dan Kartosudarmo. Adapun wakil dari NU adalah K.H. Nachrowi, Zainul Arifin, dan K.H. Mochtar.
d. Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa (Jawa Hokokai)
Tahun 1944, situasi Perang Asia Timur mulai berbalik, tentara sekutu dapat mengalahkan tantara Jepang di berbagai tempat. Hal ini menyebabkan kedudukan Jepang di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Jepang mendirikan Jawa Hokokai pada tanggal 1 Januari 1944. Organisasi ini diperintah langsung oleh kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan). Latar belakang dibentuknya Jawa Hokokai adalah Jepang menyadari bahwa Putera lebih bermanfaat bagi pihak Indonesia daripada bagi pihak Jepang. Oleh karena itu, Jepang merancang pembentukan organisasi baru yang mencakup semua golongan masyarakat, termasuk golongan Cina dan Arab. Berdirinya Jawa Hokokai diumumkan oleh Panglima Tentara Keenambelas, Jenderal Kumakichi Harada.
Sebelum mendirikan Jawa Hokokai, pemerintah pendudukan Jepang lebih dahulu meminta pendapat empat serangkai. Alasan yang diajukan adalah semakin hebatnya Perang Asia Timur Raya sehingga Jepang perlu membentuk organisasi baru untuk lebih menggiatkan dan mempersatukan segala kekuatan rakyat. Dasar organisasi ini adalah pengorbanan dalam hokoseiskin (semangat kebaktian) yang meliputi pengorbanan diri, mempertebal rasa persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bakti.
Secara
tegas, Jawa Hokokai dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah. Jika pucuk
pimpinan Putera diserahkan kepada golongan nasionalis Indonesia, kepemimpinan
Jawa Hokokai pada tingkat pusat dipegang langsung oleh Gunseikan.
Adapun
pimpinan daerah diserahkan kepada pejabat setempat mulai dari Shucokan sampai
Kuco. Kegiatan-kegiatan Jawa Hokokai sebagaimana digariskan dalam anggaran
dasarnya sebagai berikut.
- Melaksanakan segala Tindakan dengan
nyata dan ikhlas demi pemerintah Jepang.
- Memimpin rakyat untuk mengembangkan
tenaganya berdasarkan semangat persaudaraan.
- Memperkokoh pembelaan tanah air
Anggota Jawa Hokokai adalah bangsa Indonesia yang berusia minimal 14 tahun, bangsa Jepang yang menjadi pegawai negeri, dan orang-orang dari berbagai kelompok profesi misalnya Kyoiku Hokokai (Kebaktian para pendidik guru-guru) dan Isi Hokokai (wadah kebaktian pada dokter). Jawa Hokokai juga memiliki anggota istimewa seperti Fujinkai (organisasi wanita), dan Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan).
Jawa Hokokai merupakan pelaksana utama usaha pengerahan barang-barang dan padi. Pada tahun 1945, semua kegiatan pemerintah dalam bidang pergerakan dilaksanakan oleh Jawa Hokokai sehingga organisasi ini harus melaksanakan tugas dengan nyata dan menjadi alat bagi kepentingan Jepang.
Organisasi ini tidak berkembang di luar Jawa, sehingga golongan nasionalis di luar Jawa kurang mendapatkan wadah. Penguasa di luar Jawa seperti di Sumatera berpendapat bahwa di Sumatera terdapat banyak suku, Bahasa, dan adat istiadat, sehingga sulit dibentuk organisasi besar dan memusat, kalau ada hanya local di tingkat daerah saja. Dengan demikian, organisasi Jawa Hokokai ini juga dapat berkembang sesuai yang diinginkan Jepang.
Setelah membaca materi awal kedatangan Jepang ke Indonesia silakan jawab pertanyaan berikut pada kolom komentar
"Mengapa Jepang sangat bersemangat membentuk organisasi pergerakan di Indonesia?"
Selasa, 23 November 2021
Jumat, 19 November 2021
Senin, 01 November 2021
Penguatan Jati Diri Keindonesiaan | Sejarah Indonesia Kelas 11
Sumpah Pemuda memiliki makna strategis
dalam rangkaian untuk mengembangkan rasa persatuan dan proses penguatan jati
diri bangsa, bangsa Indonesia. Karena hal yang sangat menonjol, setelah
terjadinya Sumpah Pemuda, organisasi-organisasi dan partai yang ada secara
tegas mendasarkan jiwa dan semangat keindonesiaan. Partai atau organisasi
politik yang belum mencantumkan namanya dengan kata Indonesia, mulai
menambahkan nama Indonesia. Penguatan jati diri keindonesiaan ini sebagai
implikasi dari Sumpah Pemuda.
1. Politik untuk Kesejahteraan dan Kejayaan
Perlu
dipahami bahwa dengan berkembangnya organisasi di kalangan pemuda juga diikuti
oleh berkembangnya organisasi wanita atau perempuan di Indonesia. Pada tahun
1912 berdiri organisasi perempuan yang pertama yakni Putri Mardika di Jakarta
Organisasi itu bertujuan untuk membantu bimbingan dan penerangan pada gadis
bumiputera dalam menuntut pelajaran dan mengemukakan pendapat di muka umum,
serta memperbaiki hidup wanita sebagal manusia yang mulia. Berbagai aktivitas
dilakukan oleh organisasi itu, terutama memberikan beasiswa untuk menunjang
pendidikan dan menerbitkan majalah wanita Putri Mardika.
Beberapa
tokoh yang pernah duduk dalam kepengurusan Putri Mardika, yaitu Sabaruddin, R.A
Sutinah, Joyo Pranoto, Rr. Rukmini, dan Sadikun Tondokusumo Kartini Fonds, didirikan
atas usaha Ny. C. Th. Van Deventer, seorang penasehat Politik Etis. Perkumpulan
itu didirikan pada 1912 dengan tujuan untuk mendirikan sekolah Kartini. Setelah
itu, muncul dan berkembang organisasi perempuan di berbagai daerah, juga
organisasi-organisasi perempuan sebagai bagian dari organisasi yang sudah ada,
seperti organisasi wanita di Muhammadiyah, organisasi wanita di Taman Siswa,
organisasi perempuan di BU, dan begitu seterusnya.
Berkembangnya
berbagai organ wanita tersebut mendorong pergerakan warita untuk lebih berperan
untuk meningkatkan kesejahteraan kaum perempuan Wanita yang mengeram pendidikan
juga semakin banyak Dengan demikian wawasan mereka juga semakin berkembang
untuk memberi dukungan terhadap organisasi-orgarinau pergerakan pada umumnya.
Diadakannya
Kongres Pemuda yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda tersebut nampaknya ikut
menyemangati perjuangan organisasi pergerakan perempuan di Indonesia Seide
dengan pelaksanaan Kongres Pemuda itu kemudian organisasi-organisasi wanita yang
telah berkembang di berbaga daerah di Indonsia itu mengadakan Kongres Perempuan
Indonesia pada 22-25 Desember 1928, di Pendopo Joyodipuro, yang dipimpin oleh
Ny RA Sukanto. Kongres itu diprakarsai oleh Ny. Sukoto, Ny Hajar Dewantara, dan
Nn. Suyatin. Kongres itu bertujuan untuk menjalin persatuan di antara
perkumpulan wanita, dan memajukan wanita. Dalam Kongres Perempuan Indonesia I
itu dihadin oleh 30 organisasi wanita Kongres Perempuan Indonesia I itu
merupakan bagian penting bagi Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia. Untuk
mengenang sejarah kongres perempuan maka setiap tanggal 22 Desember diperingati
sebagai Hari ibu di Indonesia.
Kongres Perempuan I, 22-25 Desember 1928 |
Pada
perkembangan selanjutnya organisasi itu berubah nama sebagai Persenkatan
Perhimpunan istri Indonesia (PPPD). Perjuangan organisasi itu semakin kuat
dengan didirikannya isteri Sedar dan Istri Indonesia, Isteri Sedar didirikan
oleh Suwarni Pringgodigdo (1930) di Bandung Organisasi itu bertujuan
meningkatkan kesadaran wanita Indonesia untuk memperkokoh cita-cita Indonesia Merdeka
Organisasi ini sejalan dengan PNI, yang menolak poligami. Selanjutnya Istri
Indonesia didirikan 1932. Organisasi itu didirikan berdasarkan nasionalisme dan
demokrasi. Tujuan Istri Indonesia adalah mencapai Indonesia Raya dan bersikap
kooperatif terhadap pemerintah Belanda. Tokoh-tokoh organisasi itu adalah Ny
Sunaryo Mangunpuspito dan Maria Ulfah Santoso: Kongres Perempuan I dan juga
semakin meningkatnya gerakan organisasi wanita telah ikut mendorong bagi
kemajuan perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kejayaan: Kejayaan ini
dalam rangka menuju cita-cita kemerdekaan.
2. Pemuda yang Berpolitik
Seperti
telah dijelaskan bahwa pada tahun 1931 secara resmi telah berdiri organisasi
pemuda hasil fusi yang bernama Indonesia Muda. Mereka para anggota penuh
semangat untuk memperjuangakan Indonesia Bersatu, Indonesia yang merdeka.
Pada
mulanya perkumpulan Indonesia Muda tidak diperbolehkan terlibat dalam politik.
Tekanan pemerintah terhadap larangan berpolitik mendorong anggota Indonesia
Muda untuk mendirikan perkumpulan lain, bahkan tersebar di berbagai organisasi
politik atau golongan yang ada. Pada 1931, orang-orang PNI Baru di Malang
mendirikan Suluh Pemuda Indonesia yang bercorak Marhaen Partindo di Yogyakarta
mendirikan Persatuan Pemuda Rakyat Indonesia (Perpri). Dari perkumpulan Islam
misalnya, berdiri JIB bagian keputrian, Pemuda Muslim Indonesia, Pemuda
Muhammadiyah. Pemuda Perserikatan Ulama, Pemuda Persatuan Islam, dan Anshor NU.
Dari pemuda Kristen misalnya, lahir Persatuan Pergerakan Pemuda Kristen,
sementara pemuda Katholik melahirkan Mudo Katholik dari partai politik Suluh
Pemuda Indonesia, barisan Pemuda Gerindo, Jajasan Obor Pasundan Perkumpulan
lainnya seperti, Taman Siswa, Persatuan Pemuda. Teknik, Persatuan Putri
Cirebon, Kebangunan Sulawesi, dan Minangkabau. Di dalam organisasi ini para
pemuda dapat bersentuhan dengan kegiatan politik sesuai dengan dinamika
organisasi induknya.
Dalam
gerakannya para pemuda juga melakukan kegiatan kepanduan Kepanduan itu berasal
dari kepanduan Jong Java, Pemuda Sumatera, dan organisasi pemuda lainnya. Di
samping itu juga berdiri kepanduan berdasarkan kebangsaan dan keagamaan,
seperti Natipy, Hizbul Wathon, Siap, dan Kepanduan Rakyat Indonesia.
Kepanduan
itu mengambil azas dari kepanduan dunia, yang berisi tentang memberikan
pelajaran dalam bentuk segala permainan dan kecakapan pandu, untuk meningkatkan
kesehatan para pemuda. Dalam kegiatan kepanduan ini para pemuda dengan payung
kegiatan kesehatan bisa dikaitkan dengan pembinaan disiplin seperti baris-berbaris.
Dari kegiatan ini dapat ditumbuhkan semangat termasuk kemudian semangat
patriotisme dan nasionalisme, atau cinta tanah air seperti yang dikembangkan di
lingkungan Hizbul Wathon.
3. Nasionalisme yang Revolusioner
Sebagai
seorang terpelajar Sukarno, muncul sebagai seorang pemuda cerdas yang memimpin
pergerakan nasional baru. la mendirikan partai dengan nama Partai Nasional
Indonesia (4 Juli 1927). Partai itu bersifat revolusioner, sebelumnya partal
itu bernama Algeemene Studie Club. Sukarno memimpin partal itu hingga Desember
1929. Jumlah anggotanya hingga saat itu mencapai 1000 orang.
Sukarno
juga turut serta memprakarsal berdirinya Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan
Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada 1927. Pada 28 Oktober 1928 organisasi
ini ikut menyatakan ikrar tentang tanah air yang satu, berbangsa satu, dan
berbahasa satu, yaitu Indonesia, Pernyataan Sumpah Pemuda itu membawa dampak
luas pada masyarakat untuk menumbuhkan nasionalisme yang kuat. Di daerah-daerah
munculnya nasionalisme yang digerakkan oleh tradisi dan agama. Mereka
terinspirasi oleh para pemimpin pergerakan nasional yang ada di Jakarta.
Logo PNI di dinding saat pelaksanaan kongres |
Oleh
karena itu, perlawanan terhadap kekuasaan kolonial pada masa pergerakan banyak
berbasis pada masalah perkumpulan agama. Di pihak lain, karena gerakan
gerakannya yang cenderung keras, komunis merupakan target langsung dari
pemerintah Belanda Namun demikian, Belanda tidak dapat mempertahankan kekuasaan
mereka di daerah-daerah yang berbasis komunis. Pada saat itu semangat untuk
memerangi imperialisme dan kolonialis begitu kuat di lingkungan pengikut
pengikut PKI. Pengikut Tan Malaka masih terus dapat mempertahankan kerangka
struktur yang biasanya dilakukan melalui kontak pribadi di desa desa atau
bekerja sama dengan organisasi-organisasi agama lainnya.
Sementara
itu Partai Nasional Indonesia (PNI) terus menggelorakan program program
perjuangan. Kritik tajam terhadap kekejaman kolonialisme dan imperialis terus
dilancarkan. Oleh karena itu, PNI di bawah pimpinan Ir. Sukarno terus mendapat
tekanan dari Belanda Sukarno sebagai pimpinan PNI karena aksi-aksi yang dengan
radikal terhadap pemerintah Belanda, akhirnya ditangkap dan diadili. Menjelang
vonis pengadilan dijatuhkan, Sukarno sempat mengucapkan pidato pembelaan untuk
membakar semangat para pejuang. Pidato pembelaan itulah yang kemudian dibukukan
dengan judul: "Indonesia Menggugat".
Pidato
pembelaan Bung Karno yang kemudian diberi judul Indonesia Menggugat itu telah
ikut membangun kesadaran tentang dampak penjajahan dan imperialisme modern yang
akan membawa kesengsaraan dan penderitaan rakyat. Oleh karena itu, setiap
organisasi dan partai yang berjiwa kemerdekaan akan menolak dan melakukan
perlawanan terhadap kekejaman penjajah dan Imperialisme (baca: Indonesia
Menggugat. Pidato Bung Karno tentang Indonesia Menggugat itu telah ikut
mendorong terjadinya penguatan kesadaran sebagai bangsa yang harus merdeka.
Pidato
pembelaan Bung karno yang cukup kritis dan keras untuk tidak mempengaruhi
pendirian hakim Putusan pengadilan akhirnya menjatuhkan hukuman kurungan kepada
Sukarno: la ditahan di Penjara Sukamiskin selama empat tahun terhitung Desember
1930. Selama Sukarno menjalani masa penahanannya PNI pecah menjadi dua, Partai
Indonesia (Partindo) dipimpin oleh Sartono dan Pendidikan Nasional Indonesia
Baru dipimpin oleh Mohammad Hatta dan Syahrir. Setelah bebas Sukarno masuk
dalam Partai Indonesia.
Partai
Indonesia pimpinan Sukamo lebih menekankan pada mobilisasi massa, sedangkan
Hatta dan Sjahrir lebih menekankan pada organisasi kader yang akan menentang
tekanan pemerintah kolonial Belanda dengan keras dan lebih menanamkan pemahaman
ide nasionalisme. Namun demikian, kedua strategi politik itu belum mencapai
hasil yang maksimal. Akhirnya, ketiga tokoh itu ditangkap dan diasingkan oleh
Belanda dan ditahan serta diasingkan pada 1933. Kedua organisasi yang didirikan
oleh ketiga tokoh itupun dibubarkan oleh pemerintah kolonial.
Foto Soekarno dan kawan-kawan di depan gedung pengadilan di Bandung |
Sukarno dengan ide-ide nasionalisme itu memang terus diawasi. Selepas dari penjara Sukamiskin kemudian diasingkan ke Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. la ditempatkan di sebuah rumah (konon rumah ini milik Haji Abdullah). Bersama keluarganya, Sukarno selama empat tahun (1934-1938) diisolasi dijauhkan dari dinamika perjuangan kebangsaan Tetapi ide dan semangat nasionalismenya tidak pernah padam: Dikisahkan di pengasingan itu Sukarno sering merenung di bawah pohon sukun yang ada di dekat rumah itu. Kebetulan pohon sukun itu bercabang lima. la merenungkan nilai-nilai luhur yang ada dalam kehidupan Bangsa Indonesi sejak zaman Praaksara. Nilai-nilai itulah yang kemudian dirumuskan menjadi nilai-nilai dalam Pancasila Menurut Cindy Adam. Sukarno memberi nama Pancasila itu karena terinspirasi dengan pohon sukun yang bercabang lima dan daun sukun yang memiliki lima sirip kanan, kiri, dan tengah. Sukarno ternyata tidak hanya diisolasi, sebagai tahanan pemerintah, Sukarno justru masih harus berjuang untuk menghidupi anggota keluarganya. Inilah perjuangan dan pengorbanan yang harus dilakukan Sukarno di pengasingan.
4. Volksraad: Wahana Perjuangan
Sementara
Sukarno dan beberapa tokoh lain ditahan, organisasi pergerakan untuk menentang
Belanda terus berjalan. Kelompok yang beraliran Maris mendirikan Gerakan Rakjat
Indonesia (Gerindo) di bawah kepemimpinan Amir Sjarifuddin dan A.K. Gani.
Partai ini cenderung menampakkan faham fasisme Internasional. DI Sumatera
Timur, PNI, PKI, Permi, dan Partindo pemimpinnya berasal dari
organisasi-organisasi radikal dari tahun-tahun sebelumnya, Gerindo sebagai
partai yang berpaham marxis lebih menunjukkan sikap anti kolonialisme,
anti-Eropa dan antikapitalisme. Desakan-desakan untuk kemerdekaan nasional
sangat kuat dan radikal. Organisasi itu juga tidak sepaham dengan sistem
feodalisme, nasionalisasi perusahaan-perusahaan kapital dan restorasi hak-hak
tanah pribumi.
Sementara
itu, Gabungan Politik Indonesia (GAPI) didirikan pada tahun 1939 Tokoh pendiri
GAPI adalah Muhammad Husni Thamrin. Dalam gabungan itu, Gerindo berada dalam
satu arah dengan Parindra yang dipimpin oleh Thamrin dan sebelumnya oleh
Sutomo. Parindra adalah partai politik Indonesia yang paling berpengaruh di
Hindia, karena keberhasilannya dalam pemilihan di volksraad. Thamrin kemudian
memimpin front Indonesia bersatu di dalam Volksraad yang disebut Fraksi
Nasional.
Pada
akhir tahun 1929, pimpinan PNI ditangkap. Untuk melanjutkan perjuangan maka
dibentuklah fraksi baru dalam volksraad yang bernama Fraksi Nasional, pada
Januari 1930 di Jakarta Fraksi itu diketuai oleh Muhammad Husni Thamrin yang
beranggotakan sepuluh orang yang berasal dari Jawa, Sumatera, dan Kalimantan
Tujuan organisasi itu adalah menjamin kemerdekaan Indonesia dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya.
Penangkapan
pimpinan PNI menjadi pembicaraan di kalangan Fraksi Nasional. Mereka mengecam
tindakan pemerintah terhadap ketidakadilan yang diterapkan terhadap gerakan
yang dilakukan oleh pemerintah kolonial, Atas usulan Fraksi Nasional itu volksraad
meninjau ulang kebijakan pemerintah kolonial. Pemerintah kemudian mengusulkan
perkara yang dituduhkan kepada para pemimpin ke pengadilan tinggi, bukan
pengadilan negeri. Akan tetapi permintaan itu ditolak, karena masalah itu
menyangkut masalah perbuatan pidana, bukan masalah pelanggaran politik.
Jelaslah bahwa gerakan yang dilakukan oleh kaum pergerakan dianggap sebagai
kejahatan yang mengganggu keamanan bukan sebagai gerakan politik.
Fraksi
Nasional juga menolak usulan pemerintah untuk memperkuat pertahanan yang dapat
menghabiskan biaya yang besar. Ini berarti menambah kesengsaraan rakyat karena
situasi ekonomi saat itu sedang mengalami depresi. Menurut Fraksi Nasional
lebih baik biaya itu digunakan untuk meningkatkan kesejateraan rakyat.
Sementara pengawasan dalam bidang politik semakin diperketat dengan adanya
bermacam-macam larangan seperti larangan berkumpul, pembredelan surat kabar,
dan propaganda Fraksi Nasional juga mendorong anggotanya untuk lebih berperan
dalam Volksraad. Para nasionalis di Volksraad diminta untuk bersikap
nonkooperasi.
Meskipun
aspirasi masyarakat sudah mendapat tempat, melalui perjuangan yang bersikap
moderat dalam perjuangannya, rasa tidak puas terhadap pemerintah terus
berkembang Kericuhan sempat muncul dengan adanya Petisi Sutardjo pada 15 Juli
1936, dalam sidang Volksraad. Petisi itu menyuarakan tentang kurang giatnya
pergerakan nasional dalam pergerakan yang disebabkan oleh tidak adanya saling
pengertian dari pihak pemerintah. Situasi politik dunia saat itu, yaitu sedang
berkembangnya naziisme dan fasisisme seharusnya membuat pemerintah waspada
melihat bahaya yang mungkin mengancam Indonesia, sehingga perlu mempererat
hubungan dengan Pergerakan Nasional Indonesia.
Sutardjo
Kartohadikusumo, yang saat itu sebagai ketua Persatuan Pegawai Bestuur/Pamong
Praja Bumi Putera dan wakil dari organisasi itu di Volksraad, mendapat dukungan
dan beberapa wakil golongan dan daerah dari Volksraad mengusulkan diadakan suatu
musyawarah antara wakil Indonesia dan Kerajaan Belanda untuk menentukan masa
depan bangsa Indonesia yang dapat berdiri sendiri meskipun dalam ruang
lingkungan Kerajaan Belanda Petisi itu melahirkan pro dan kontra, baik di
kalangan Indonesia dan Belanda.
Petisi
itu mendapat persetujuan mayoritas dari anggota Volksraad, selanjutnya
disampaikan pada pemerintah kerajaan dan parlemen Belanda. Partai Nasional saat
itu memperingatkan para pendukung petisi, bahwa tindakan yang diambil itu tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, seperti Volksraad sehingga usaha itu
sia-sia belaka. Pendukung petisi itu tidak menghiraukan peringatan itu, bahkan
membentuk suatu komite agar petisi itu mendapat dukungan luas di kalangan
rakyat. Kondisi itu tidak hanya bergerak di Indonesia saja, bahkan hingga ke
negeri Belanda, sehingga menyetujui petisi itu.
Petisi
itu tanpa melalui perdebatan ditolak oleh pemerintah Belanda pada 16 November
1938. Alasan penolakan petisi adalah Indonesia belum siap untuk memikul
tanggungjawab memerintah diri sendiri. Bangsa Indonesia juga dinilai belum
mampu untuk berdiri apalagi menjadi negara yang merdeka. Cara penolakan yang
tanpa perdebatan di parlemen mengecewakan pihak pergerakan nasional, meskipun
pihak yang ditolak sesungguhnya telah menduga sebelumnya. Realitas itu
menunjukkan bahwa tuntutan rakyat Indonesia tidak dibicarakan secara terbuka di
parlemen.
a. Partai Indonesia Raya (Parindra)
Partai
Indonesia Raya didirikan di Solo pada Desember 1935. Partal ini merupakan
gabungan dari dua organisasi yang berfusi yaitu BU dan PBL Sebagai ketuanya
dipilih dr. Sutomo Tujuan partai adalah mencapai Indonesia Raya dan mulia yang
hakekatnya mencapai Indonesia merdeka.
DI
Jawa anggota Parindra banyak berasal dari petani, mereka kemudian disebut
dengan kaum kromo. Di daerah lain masuk kaum Betawi, Serikat Sumatera, dan
Sarikat Selebes. Partai ini adalah yang mengajukan petisi Sutardjo yang
ditandatangani oleh Sutardjo, penandatanganan pertama, yang lainnya J. Kasimo,
dr. Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung, Kwo Kwat Tiong, dan Alatas.
b. Gabungan Politik Indonesia (GAPI)
Kegagalan
Petisi Sutardjo mendorong gagasan untuk menggabungan organisasi politik dalam
suatu bentuk federasi Gabungan Politik Indonesia (GAP) itu diketuai oleh Muh.
Husni Thamrin. Pimpinan lainnya adalah Mr. Amir Syarifuddin, dan Abikusno
Tjokrosuyoso Alasan lain dibentuknya GAPI adalah adanya situasi internasional
akibat meningkatnya pengaruh fasisme. Juga sikap pemerintah yang kurang
memperhatikan kepentingan Bangsa Indonesia. Kemenangan dan kemajuan yang
diperoleh negara fasis yaitu, Jepang, Jerman, Italia tidak menggembirakan
Indonesia. Karena itu pers Indonesia menyerukan untuk menyusun kembali barisan
dalam suatu wadah persatuan berupa "konsentrasi nasional".
Parindra
berpendapat pentingnya untuk perjuangan ke dalam, yaitu menyadarkan dan
menggerakkan rakyat untuk memperoleh suatu pemerintahan sendiri, serta
menyadarkan pemerintah Belanda akan cita cita bangsa Indonesia. Juga mengadakan
perubahan pendekatan dengan organisasi-organisasi politik untuk membicarakan
masa depan Bangsa Indonesia. Pada 21 Mel 1939, dalam rapat pendirian
konsentrasi nasional di Jakarta berhasil didirikan suatu organisasi yang
merupakan kerja sama partai politik nasional di Jakarta yang diberi nama Gabungan
Partai Politik Indonesia (GAPI).
Anggaran
Dasar GAPI menyebutkan, bahwa GAPI mempunyai hak untuk menentukan diri sendiri
persatuan nasional dari seluruh bangsa Indonesia dengan berdasarkan kerakyatan
dalam paham politik, ekonomi, sosial, dan persatuan aksi seluruh pergerakan
Indonesia. Dalam konferensi I GAPI (4 Juli 1939) dibicarakan aksi GAPI dengan
semboyan Indonesia berparlemen. GAPI tidak menuntut kemerdekaan penuh, tetapi
suatu parlemen berdasarkan sendi demokrasi.
Untuk
mencapai tujuannya, GAPI menyerukan pada rakyat Indonesia agar didukung oleh
semua lapisan masyarakat. Seruan itu disambut hangat oleh Pers Indonesia. Pada
1939, GAPI mengadakan rapat umum. Tidak kurang dari seratus tempat mengadakan
rapat propaganda tujuan GAPI, sehingga suasana di Indonesia saat itu menyerukan
Indonesia berparlemen. Penyadar, PNI Baru, dan Perkumpulan Kristen Indonesia
tidak sependapat dengan GAPI Mereka berpendapat tidak ada gunanya bersifat
meminta-minta kepada Belanda.
Untuk
mencapai tujuannya, GAPI membentuk Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Tujuan
kongres untuk kesempurnaan Indonesia dan cita-citanya, yaitu Indonesia
Berparlemen penuh Keputusan penting lainnya adalah penetapan bendera Merah
Putih dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia.
Juga penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa rakyat indonesia. Selanjutnya
dibentuk Komite Parlemen Indonesia.
Saat
Jerman menyerbu Polandia, GAPI mengeluarkan Manifest GAP! (20 September 1939).
Isi manifest itu mengajak rakyat Indonesia dan Negeri Belanda untuk bekerja
sama menghadapi bahaya fasisme. Menurut GAPI usaha itu lebih berhasil bila
rakyat Indonesia diberi hak baru dalam urusan pemerintahan, yaitu suatu
pemerintahan dengan parlemen yang dipilih dari, oleh rakyat, dan pemerintah
yang bertanggungjawab kepada parlemen.
Pada
Agustus 1940, saat negeri Belanda dikuasai Jerman dan Indonesia dinyatakan
dalam darurat perang, GAPI kembali mengeluarkan resolusi yang menuntut
diadakannya perubahan ketatanegaraan di Indonesia dengan menggunakan hukum tata
negara dalam masa genting. Isi resolusi adalah mengganti Volksraad dengan
parlemen sejati yang anggotanya dipilih rakyat dan mengubah fungsi kepala
departemen menjadi menteri yang bertanggungjawab kepada parlemen. Bagi rakyat
serta organisasi lainnya yang tidak bergabung dalam GAPI diminta untuk
mendukung GAPL Resolusi itu dikirimkan ke gubernur jenderal, Volksraad, Ratu
Wuhelmina, dan kabinet Belanda di London.
Aksi
gigih yang dilakukan itu menghasilkan persetujuan pemerintah. Pada 14 September
1940 dibentuk Commissie tot besudeering van staatsrechterke Hervormigen Komisi
itu dikenal dengan komisi Visman, karena diketuai oleh D. Visman. Pembentukan
komisi itu tidak mendapat sambutan baik dari Volksraad maupun dari GAPI
sendiri. Ketidaksetujuan itu didasarkan dari pengalaman sebelumnya, bahwa
pembentukan komisi tidak menghasilkan perbaikan nasib rakyat seperti yang
diinginkan. Untuk menghindar ketidaksamaan pendapat dalam menghadapi komisi
Visman, GAPI meminta anggota-anggotanya untuk tidak memberikan pendapatnya
sendiri sendiri Sikap GAPI menjadi lunak ketika menerima undangan secara resmi
dari komisi Visman. Sementara itu Volksraad mengajukan suatu mosi yang lebih
ringan dengan mengajak kerja sama pemimpin Indonesia dan pemerintah Belanda.
Pertemuan
wakil GAPI dengan komisi Visman pada 14 Februari 1941 di Gedung Raad van Indie,
di Jakarta tidak menghasilkan hal baru. Pertemuan itu hanya menambahkan
kekecewaan pada kalangan pergerakan sehingga ada anggapan GAPI tidak radikal
lagi.
5. Tamatnya Kemaharajaan
Belanda
Ratusan
tahun sudah Belanda membangun kemaharajaan di Kepulauan Indonesia, di tanah
Hindia Belanda. Secara interen pejuang dan para pemuda yang kemudian berpolitik
untuk mewujudkan persatuan guna melawan penjajahan. Roda kebangsaan digerakkan
untuk melawan ganasnya roda kolonialisme dan imperialisme. Tetapi tampaknya
roda kolonialisme dan imperialisme itu masih cukup kokoh. Tetapi para pejuang
dan intelek muda kita tidak pernah putus asa. Roda kebangsaan terus digerakkan
di berbagai penjuru yang dipandang memungkinkan untuk mendapatkan kebebasan
termasuk melalui Volksraad.
Kebijakan
politik etis telah diterapkan sebagai pengaman dari sebuah pertanggungjawaban
pemerintah kolonial terhadap negeri jajahan yang rakyatnya sudah lama dibuat
menderita. Pintu pendidikan dan politik bagi kaum bumiputera, dibuka untuk
memberi kesempatan para pejuang kita untuk mengekspresikan strategi
perjuangannya secara lebih demokratis, berbeda dari perjuangan masa-masa
sebelumnya. Tetapi semua ini tidak dapat berjalan cepat sebagaimana harapan
para pejuang pergerakan kebangsaan. Kekuatan kolonialisme dan imperialisme
Belanda tampak masih mampu mengontrol para pejuang kita. Masuknya bumiputera
sebagai anggota Volksraad bukan berarti kaum bumiputera diberi hak penuh untuk
menyuarakan pendapatnya. Namun setidaknya Volksraad sudah memberikan peluang
para wakil Hindia, yang membukakan wawasan mereka perlunya persatuan untuk
melakukan gerakan nasional dalam melawan dominasi kolonialisme dan imperialisme
Belanda.
Di
tengah-tengah roda pergerakan kebangsaan bergesekan dan beradu dengan roda
kolonialisme dan imperialisme, Tuhan Yang Maha Kuasa, telah membuat skenario
baru, yakni berkobarnya Perang Dunia II. Perang itu pun dengan cepat menjalar
ke Indonesia yang ditandai dengan datangnya tentara Jepang yang kemudian ikut
menyudahi kemaharajaan Belanda di Indonesia.
Setelah mempelajari materi berikut, silakan jawab pertanyaan berikut di kolom komentar ya, "Tunjukkan secara kritis kaitan antara Sumpah Pemuda dengan penguatan jati diri keindonesiaan?"
Featured Post
Hubungan Manusia dan Sejarah dalam Ruang dan Waktu | KD. 3.1 Sejarah Peminatan kelas X
Manusia dan sejarah tidak dapat dipisahkan. Pentingkah peran manusia dalam sejarah ? bagaimana manusia menjadi penggerak sejarah ? ap...
Postingan Populer
-
1. Konflik di Asia Tenggara Konflik Pulau Sipadan dan Ligitan Sengketa antara Indonesia dan Malaysia atas kepemilikan dua pulau di S...
-
sumber : www.pngdownload.id Setelah mempelajari materi ini, siswa diharapkan mampu menganalisis sejarah organisasi-organisasi bersifat r...
-
www.intisari.grid.id Munculnya Perang Dingin Setelah Perang Dunia II usai, Amerika Serikat dan Uni Soviet terlibat persaingan yang tid...
-
Sumpah Pemuda memiliki makna strategis dalam rangkaian untuk mengembangkan rasa persatuan dan proses penguatan jati diri bangsa, bangsa In...